1.
Landasan
Berakhlak Tasawuf
Agama Islam memiliki dua dasar dalam
melakukan perbuatannya dalam sehari-hari, maka dasar akhlak tasawuf juga berasal
dari dua sumber itu, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dinyatakan dalam hadits
nabi :
Artinya: “Dari Anas bin Malik berkata:
Bersabda Nabi SAW: Telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara yang
apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat yaitu kitab Allah
dan sunnah Rasul-Nya”.
Dengan demikian diketahui bahwa dasar-dasar
atau pegangan orang Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang mana orang yang
melakukan syariat-syariat Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits maka orang
itu tidak akan merasa rugi.
2. Implementasi Akhlak dalam Kehidupan
Seseorang bisa
dikatakan bertasawuf jika mengetahui langkah-langkah menjadi seorang sufi,
tentu sebagian besar anggapan orang-orang modern mengatakan sulit dalam hal
penerapan / aplikasinya dalam kehidupan sehari-harinya. Berikut akan coba saya
uraikan beberapa implementasi akhlak tasawuf yang setidaknya bisa kita jadikan
sebagai langkah awal / kiat mengenal diri kita ini untuk kebaikan hidup ke
depannya, tentunya juga berdasar dengan sumber referensi yang ada.
Yakni sebagai berikut:
a.
Akhlak terhadap Allah
1) Mentauhidkan Allah (QS. Al Ikhlas: 1-4)
Kata “tauhid” di
dalam bahasa Arab berasal dari kata (wahhada
– yuwahhidu – tauhidan), dan makna (wahhadasy syai’a) yaitu menjadikan
(sesuatu) satu-satunya, dan semuanya berasal dari kata (wahidun) yang berarti satu atau tunggal.
Adapun menurut
arti dalam syari’at maka makna tauhid bila dimutlakkan maksudnya adalah
menyendirikan/mengesakan Allah dalam beribadah kepadanya. Adapun pengertian
secara lebih luas lagi adalah menyendirikan/mengesakan Allah dalam hal-hal yang
merupakan kekhususan bagi Allah, baik dalam hal rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya,
maupun asma’ (nama-nama) dan
sifat-sifat-Nya, dan tidak ada sekutu bagi Allah dala semua hal tersebut.
2) Tidak berbuat musyrik pada Allah (QS.
Luqman: 13)
Syirik adalah menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal ibadah,
seperti berdoa, beristighatsah, bernadzar, shalat, puasa, atau mempersembahkan
hewan sembelihan kepada berhala-berhala maupun selainnya. Misalnya, menyembelih
hewan yang dipersembahkan kepada Syaikh al-Badawi dan ‘Idrus, shalat yang
dipersembahkan kepada si fulan, dan meminta pertolongan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Abdul Qadir, ‘Idrus di Yaman, orang-orang yang sudah mati ataupun orang yang
tidak berada di tempatnya. Semua perbuatan ini disebut kesyirikan.
3) Bertakwa pada Allah (QS. An Nisa’:1)
Pengertian dan makna takwa yaitu
berasal dari kata "taqwa"
adalah mengambil tindakan penjagaan dan juga memelihara diri dari sesuatu yang
mengganggu dan juga keburukan. Pengertian takwa menurut syara' "takwa" itu berarti menjaga dan
memelihara diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan
perintah-perintah-Nya serta menjauhi
semua larangan-larangan-Nya, menjauhi semua kemaksiatan dan taat kepada Allah
SWT.
Takwa itu
adalah membentengi diri dari siksa Allah SWT. dengan jalan taat
kepada-Nya, (menurut pendapat dari para ahli Tashawwuf), sedangkan menurut
pendapat dari Fuqaha (ahli fiqih) Takwa itu berarti bahwa menjaga diri dari
segala sesuatu yang dapat melibatkan diri kepada perbuatan dosa.
b.
Akhlak terhadap Rasulullah
1) Mengikuti atau menjalankan sunnahnya (QS.
Ali Imran: 30)
Sunnah, ditinjau
dari segi bahasa ber-makna الطريقة (jalan) dan السيرة (perjalanan hidup).
Adapun menurut istilah syari’at sunnah adalah semua perkara yang bersumber dari
Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam selain dari Al Qur’anul karim baik berupa
ucapan, perbuatan, ataupun taqrir (pembenaran sikap beliau) dari hal-hal yang memiliki
dalil secara syar’i.
Inilah sunnah yang kita maksud dalam pembahasan
ini, bukan sunah dalam artian hukum fiqih, yaitu sesuatu yang jika
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa.
Kalimat sunnah lebih luas maknanya dari pada itu.
Segala sesuatu yang diperintahkan, diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam dinamakan sunnah. Dengan kata lain sunnah adalah
ajaran nabi. Jika kita ditanya apa hukumya mengikuti ajaran nabi, niscaya semua
kaum muslimin akan menjawab wajib. Dan sebaliknya, barangsiapa yang mengingkari
ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam maka dia kafir. Firman Allah : “Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah
kalian merusak (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 33)
2) Meneladani akhlaknya
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS.
Al Ahzab: 21)
Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sungguh aku diutus menjadi Rasul tidak lain
adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik).” Pada sebagian riwayat: لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
“Untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Sebagai Rasul yang diutus untuk
menyempurnakan akhlak dan semua kebaikan, Beliau SAW telah memberikan teladan
kepada umatnya secara sempurna melalui sabda dan amal perbuatan. Seluruh sisi
kehidupan dan ucapan beliau sesungguhnya merupakan teladan akan kesempurnaan
akhlak dan kemuliaan amalan. Ketinggian akhlak itu tecermin dalam hadits Aisyah
: كاَنَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Bahkan, Allah SWT memuji akhlak beliau dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
“Akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Bahkan, Allah SWT memuji akhlak beliau dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
3) Bershalawat kepadanya (QS. Al Ahzab: 56)
“Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
c.
Akhlak terhadap Diri Sendiri
1) Sikap Qona’ah dan Sabar
Qona’ah
diartikan sebagai kepuasan jiwa seberapa pun rezeki yang dimilikinya,
sedikit maupun banyak, diterima dengan penuh rasa syukur. Dengan demikian sikap
Qona’ah itu bisa terwujud dengan cara menemukan kecukupan di dalam apa yang
dimiliki dan tidak menginginkan apa yang tidak dimilikinya tersebut.
Kemudian yang selanjutnya
adalah Sabar, yang diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi
kesulitan hidup. Dalam perjalanan hidup, senang dan susah datang silih
berganti.
2) Sikap syukur (QS. Ibrahim: 7)
Syukur (Ar:asy-syukr
= ucapan, perbuatan, dan sikap terima kasih atau al-hamd; pujian). Dalam ilmu tasawuf, syukur merupakan ucapan,
sikap dan perbuatan terima kasih kepada Allah SWT dan pengakuan yang tulus atas
nikmat dan kurnia yang diberikan-Nya.
3) Sikap amanah atau jujur (QS. Al Ahzab:
72)
Dalam bahasa
Arab, kata amanah dapat diartikan sebagai titipan, kewajiban, ketenangan,
kepercayaan, kejujuran dan kesetiaan. Dari pengertian bahasa dan dari pemahaman
tematik al-Qur’an dan hadits, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang
di dalamnya terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada
tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji.
Dalam perspektif agama Islam, amanah
memiliki makna dan kandungan yang luas, di mana seluruh makna dan kandungan
tersebut bermuara pada satu pengertian bahwa setiap orang merasakan bahwa Allah
subhanahu wata’ala senantiasa
menyertainya dalam setiap urusan yang diberikan kepadanya, dan setiap orang
memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung
jawaban atas urusan tersebut.
4) Sikap Tawadlu’ (QS. Luqman: 18)
Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan
sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum’ah ingin
diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari
bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT. Yang dengan
pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya
kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan
potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu
menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah.
Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.
5) Cepat bertobat jika berbuat khilaf (QS. Ali
Imran: 135)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah-
menjelaskan,
Taubat berarti: “Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.”
Taubat berarti: “Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.”
d.
Akhlak pada Keluarga
1) Birul waliadain (berbakti pada ketua orang tua) (QS.
An Nisa’:36)
Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan
sabda Rasulullah SAW. : “Al Birr adalah baiknya akhlaq“. (HR.
Muslim). Birrul Walidain بِرِّ الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang
dipersembahkan oleh seorang anak kepada kedua orang tuanya,
kebaikan tersebut mencakup dzahiran
wa batinan dan hal tersebut
didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak beriman.
Manakala wajibatul walid (kewajipan orang
tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya
seperti sabda Nabi SAW., “Allah merahmati orang tua yang menolong
anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uquud Walidain عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ bermaksud durhaka terhadap mereka dan
tidak berbuat baik kepadanya.
2) Membina dan mendidik keluarga (QS.
At-Tahrim: 6)
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
3) Memelihara keturunan (QS. An Nahl: 58-59)
Memelihara keturunan adalah memelihara jenis
anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan
suatu aturan hukum agama. Melalui ikatan perkawinan yang sah bisa diwujudkan kehiduapan
rumah tangga yang harmonis, di mana anak-anak yang dilahirkan dapat dididik
diasuh, dibesarkan dengan dengan penuh rasa kasih sayang oleh ibu bapaknya
sendiri. Manusia wajib memelihara keturunan yang dilahirkannya dengan
sebaik-baiknya agar anak dapat hidup dengan baik dan tumbuh secara
normal.
e.
Akhlak terhadap sesama Manusia
1) Merajut ukhuwah atau persaudaraan (QS. Al
Hujurat: 10)
2) Ta’awun atau saling tolong menolong (QS.
Al Maidah: 2)
Ta’awun berasal dari bahasa Arab Ta’awana, Yata’aawuna, Ta’awuna, yang artinya tolong-menolong,
gotong-royong, bantu-membantu dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk
yang lemah tak mampu mencukupi kebutuan hidupnya sendiri tanpa bantuan pihak
lain. Agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya manusia perlu mengadakan kerja
sama, tolong-menolong dan bantu-membantu dalam berbagai hal. Dengan adanya
kesediaan untuk ta’awun, masing-masing pihak dapat terpenuhi kebutuhannya.
3) Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS.
Ali Imran: 134 & 159)
4) Menepati janji (QS At Taubah: 111)
f. Akhlak terhadap sesama makhluk
1) Tafakur (memperhatikan dan merenungkan
ciptaan alam semesta) (QS. Ali Imran: 190)
2) Memanfaatkan alam (QS. Yunus: 101)