post-thumbnail{float:left;margin-right:20px}
Powered by Blogger.
RSS
Container Icon

Implementasi Akhlak dalam Kehidupan

1.    Landasan Berakhlak Tasawuf
Agama Islam memiliki dua dasar dalam melakukan perbuatannya dalam sehari-hari, maka dasar akhlak tasawuf juga berasal dari dua sumber itu, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Dinyatakan dalam hadits nabi :
Artinya: “Dari Anas bin Malik berkata: Bersabda Nabi SAW: Telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara yang apabila kamu berpegang pada keduanya maka tidak akan tersesat yaitu kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”.
Dengan demikian diketahui bahwa dasar-dasar atau pegangan orang Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang mana orang yang melakukan syariat-syariat Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits maka orang itu tidak akan merasa rugi.

2.    Implementasi Akhlak dalam Kehidupan
Seseorang bisa dikatakan bertasawuf jika mengetahui langkah-langkah menjadi seorang sufi, tentu sebagian besar anggapan orang-orang modern mengatakan sulit dalam hal penerapan / aplikasinya dalam kehidupan sehari-harinya. Berikut akan coba saya uraikan beberapa implementasi akhlak tasawuf yang setidaknya bisa kita jadikan sebagai langkah awal / kiat mengenal diri kita ini untuk kebaikan hidup ke depannya, tentunya juga  berdasar dengan sumber referensi yang ada. Yakni sebagai berikut:

a.     Akhlak terhadap Allah
1)      Mentauhidkan Allah (QS. Al Ikhlas: 1-4)
Kata “tauhid” di dalam bahasa Arab berasal dari kata (wahhada yuwahhidutauhidan), dan makna (wahhadasy syai’a) yaitu menjadikan (sesuatu) satu-satunya, dan semuanya berasal dari kata (wahidun) yang berarti satu atau tunggal.
Adapun menurut arti dalam syari’at maka makna tauhid bila dimutlakkan maksudnya adalah menyendirikan/mengesakan Allah dalam beribadah kepadanya. Adapun pengertian secara lebih luas lagi adalah menyendirikan/mengesakan Allah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, baik dalam hal rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, maupun asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat-Nya, dan tidak ada sekutu bagi Allah dala semua hal tersebut.



2)      Tidak berbuat musyrik pada Allah (QS. Luqman: 13)
Syirik adalah menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal ibadah, seperti berdoa, beristighatsah, bernadzar, shalat, puasa, atau mempersembahkan hewan sembelihan kepada berhala-berhala maupun selainnya. Misalnya, menyembelih hewan yang dipersembahkan kepada Syaikh al-Badawi dan ‘Idrus, shalat yang dipersembahkan kepada si fulan, dan meminta pertolongan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Abdul Qadir, ‘Idrus di Yaman, orang-orang yang sudah mati ataupun orang yang tidak berada di tempatnya. Semua perbuatan ini disebut kesyirikan.

3)      Bertakwa pada Allah (QS. An Nisa’:1)
Pengertian dan makna takwa yaitu berasal dari kata "taqwa" adalah mengambil tindakan penjagaan dan juga memelihara diri dari sesuatu yang mengganggu dan juga keburukan. Pengertian takwa menurut syara' "takwa" itu berarti menjaga dan memelihara diri dari siksa dan murka Allah dengan jalan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya, menjauhi semua kemaksiatan dan taat kepada Allah SWT.
Takwa itu adalah membentengi diri dari siksa Allah SWT. dengan jalan taat kepada-Nya, (menurut pendapat dari para ahli Tashawwuf), sedangkan menurut pendapat dari Fuqaha (ahli fiqih) Takwa itu berarti bahwa menjaga diri dari segala sesuatu yang dapat melibatkan diri kepada perbuatan dosa. 

b.    Akhlak terhadap Rasulullah
1)      Mengikuti atau menjalankan sunnahnya (QS. Ali Imran: 30)
Sunnah, ditinjau dari segi bahasa ber-makna الطريقة (jalan) dan السيرة (perjalanan hidup). Adapun menurut istilah syari’at sunnah adalah semua perkara yang bersumber dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam selain dari Al Qur’anul karim baik berupa ucapan, perbuatan, ataupun taqrir (pembenaran sikap beliau) dari hal-hal yang memiliki dalil secara syar’i.
Inilah sunnah yang kita maksud dalam pembahasan ini, bukan sunah dalam artian hukum fiqih, yaitu sesuatu yang jika dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa.
Kalimat sunnah lebih luas maknanya dari pada itu. Segala sesuatu yang diperintahkan, diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dinamakan sunnah. Dengan kata lain sunnah adalah ajaran nabi. Jika kita ditanya apa hukumya mengikuti ajaran nabi, niscaya semua kaum muslimin akan menjawab wajib. Dan sebaliknya, barangsiapa yang mengingkari ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam maka dia kafir. Firman Allah : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kalian merusak (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 33)

2)      Meneladani akhlaknya
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:      إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ                    
 “Sungguh aku diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik).” Pada sebagian riwayat:            لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Sebagai Rasul yang diutus untuk menyempurnakan akhlak dan semua kebaikan, Beliau SAW telah memberikan teladan kepada umatnya secara sempurna melalui sabda dan amal perbuatan. Seluruh sisi kehidupan dan ucapan beliau sesungguhnya merupakan teladan akan kesempurnaan akhlak dan kemuliaan amalan. Ketinggian akhlak itu tecermin dalam hadits Aisyah :          كاَنَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an.” (HR. Muslim)
Bahkan, Allah SWT memuji akhlak beliau dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)

3)      Bershalawat kepadanya (QS. Al Ahzab: 56)
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

c.      Akhlak terhadap Diri Sendiri
1)      Sikap Qona’ah dan Sabar
Qona’ah diartikan sebagai kepuasan jiwa seberapa pun rezeki yang dimilikinya, sedikit maupun banyak, diterima dengan penuh rasa syukur. Dengan demikian sikap Qona’ah itu bisa terwujud dengan cara menemukan kecukupan di dalam apa yang dimiliki dan tidak menginginkan apa yang tidak dimilikinya tersebut.
Kemudian yang selanjutnya adalah Sabar, yang diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi kesulitan hidup. Dalam perjalanan hidup, senang dan susah datang silih berganti.

2)      Sikap syukur (QS. Ibrahim: 7)
Syukur (Ar:asy-syukr = ucapan, perbuatan, dan sikap terima kasih atau al-hamd; pujian). Dalam ilmu tasawuf, syukur merupakan ucapan, sikap dan perbuatan terima kasih kepada Allah SWT dan pengakuan yang tulus atas nikmat dan kurnia yang diberikan-Nya.

3)      Sikap amanah atau jujur (QS. Al Ahzab: 72)
Dalam bahasa Arab, kata amanah dapat diartikan sebagai titipan, kewajiban, ketenangan, kepercayaan, kejujuran dan kesetiaan. Dari pengertian bahasa dan dari pemahaman tematik al-Qur’an dan hadits, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang di dalamnya terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji.
Dalam perspektif agama Islam, amanah memiliki makna dan kandungan yang luas, di mana seluruh makna dan kandungan tersebut bermuara pada satu pengertian bahwa setiap orang merasakan bahwa Allah subhanahu wata’ala senantiasa menyertainya dalam setiap urusan yang diberikan kepadanya, dan setiap orang memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung jawaban atas urusan tersebut.

4)      Sikap Tawadlu’ (QS. Luqman: 18)
Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum’ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita.
Orang yang tawadhu’  adalah orang  menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT.  Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah.

5)      Cepat bertobat jika berbuat khilaf (QS. Ali Imran: 135)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –rahimahullah- menjelaskan,
Taubat berarti: “Menyesali (dosa) yang telah lalu, kembali melakukan ketaatan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut lagi.”

d.    Akhlak pada Keluarga
1)      Birul waliadain (berbakti pada ketua orang tua) (QS. An Nisa’:36)
Al Birr iaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah SAW. : “Al Birr adalah baiknya akhlaq“. (HR. Muslim). Birrul Walidain بِرِّ الْوَالِدَيْنِ merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada  kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong oleh nilai-nilai fitrah manusia meskipun mereka tidak beriman. Manakala wajibatul walid (kewajipan orang tua) adalah untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat berbakti kepadanya seperti sabda Nabi SAW.,  “Allah merahmati orang tua yang menolong anaknya untuk boleh berbakti kepadanya”.
Sedangkan ‘Uquud Walidain عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ bermaksud durhaka terhadap mereka dan tidak berbuat baik kepadanya.
2)      Membina dan mendidik keluarga (QS. At-Tahrim: 6)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

3)      Memelihara keturunan (QS. An Nahl: 58-59)
Memelihara keturunan adalah memelihara jenis  anak keturunan manusia melalui ikatan perkwainan yang sah yang diikat dengan suatu aturan hukum agama. Melalui ikatan perkawinan yang sah bisa diwujudkan kehiduapan rumah tangga yang harmonis, di mana anak-anak yang dilahirkan dapat dididik diasuh, dibesarkan dengan dengan penuh rasa kasih sayang oleh ibu bapaknya sendiri. Manusia wajib memelihara  keturunan yang dilahirkannya dengan sebaik-baiknya agar anak dapat hidup dengan baik  dan tumbuh secara normal.

e.      Akhlak terhadap sesama Manusia
1)      Merajut ukhuwah atau persaudaraan (QS. Al Hujurat: 10)
2)      Ta’awun atau saling tolong menolong (QS. Al Maidah: 2)
Ta’awun berasal dari bahasa Arab Ta’awana, Yata’aawuna, Ta’awuna, yang artinya tolong-menolong, gotong-royong, bantu-membantu dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk yang lemah tak mampu mencukupi kebutuan hidupnya sendiri tanpa bantuan pihak lain. Agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya manusia perlu mengadakan kerja sama, tolong-menolong dan bantu-membantu dalam berbagai hal. Dengan adanya kesediaan untuk ta’awun, masing-masing pihak dapat terpenuhi kebutuhannya.

3)      Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran: 134 & 159)
4)      Menepati janji (QS At Taubah: 111)

f.       Akhlak terhadap sesama makhluk
1)      Tafakur (memperhatikan dan merenungkan ciptaan alam semesta) (QS. Ali Imran: 190)

2)      Memanfaatkan alam (QS. Yunus: 101)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS